Setiap jemaah haji dan umrah yang memasuki miqat, akan berganti pakaian duniawinya dengan kain ihram. Bukan tanpa makna, karena kain ihram melambangkan pelepasan diri dari dunia—seperti kafan bagi orang mati.
Ihram: Simbol Kematian dan Fokus Akhirat
Saat memakai kain ihram, seolah-olah kita sedang:
- Meninggalkan dunia dan segala kenikmatannya,
- Melupakan harta, keluarga, jabatan, dan kehormatan dunia,
- Fokus menghadapi kehidupan akhirat—tempat kita kembali setelah hidup di dunia.
Dalam kondisi ini, hati seorang Muslim harus dikondisikan seperti orang yang sedang menuju pengadilan Allah (hisab). Maka pikiran, jiwa, dan semangat hanya tertuju kepada Allah dan amalan yang akan dilakukan.
Inilah mengapa talbiah diucapkan saat menuju Ka’bah, bukan saat tiba di dalamnya. Talbiah berfungsi sebagai persiapan batin untuk menyambut rumah Allah:
“Labaik Allahumma labaik…”
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah…”
Mengagungkan Ka’bah: Petunjuk Langsung dari Rasulullah
Ka’bah bukan hanya bangunan suci, tetapi syiar agung yang disucikan dan dimuliakan secara langsung oleh Rasulullah ﷺ. Di antara bentuk pengagungan terhadap Ka’bah adalah:
- Menjadikan Ka’bah sebagai kiblat salat.
- Menjadikannya sebagai tujuan utama ziarah dan ibadah haji/umrah.
- Mensucikan dan membersihkannya dari kemusyrikan dan kemaksiatan.
“Ambillah Manasik Kalian Dariku”
Rasulullah ﷺ bersabda:
“خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ”
“Ambillah manasik (tata cara haji) kalian dariku.”
Sebelum Islam datang, kaum musyrik melakukan tawaf dalam keadaan telanjang, karena mereka beranggapan bahwa pakaian yang pernah digunakan untuk maksiat tidak layak dibawa ke dalam Ka’bah. Secara ruhani, mereka benar—bahwa tawaf harus dilakukan dalam keadaan suci. Tapi secara syariat, cara mereka bertentangan dengan akhlak dan kemuliaan.
Nabi ﷺ pun menghapus praktik jahiliah ini, dan mengajarkan:
- Menjaga kesucian lahir dan batin.
- Memakai pakaian ihram sebagai syariat, bukan sembarangan telanjang.
- Bertawaf dengan adab dan tata cara sesuai tuntunan Islam.
Cara Memuliakan Ka’bah Secara Syar’i
Dalam pelaksanaan thawaf, Rasulullah ﷺ memberi contoh yang sangat jelas:
1. Hajar Aswad
- Jika mampu, dicium langsung.
- Jika tidak mampu, sentuh lalu cium tangan.
- Jika masih tidak mampu, sentuh dengan tongkat lalu cium tongkatnya.
- Jika tidak memungkinkan juga, cukup beri isyarat tangan sambil membaca:
“Bismillah, Allahu Akbar.”
2. Ruknul Yamani
- Disentuh jika memungkinkan.
- Tidak perlu isyarat jika tidak bisa menyentuh.
- Tidak disunnahkan mencium atau memberi isyarat seperti Hajar Aswad.
3. Pojok Lain Ka’bah
- Ruknul ‘Iraqi dan Ruknul Syami tidak disyariatkan untuk disentuh atau dicium.
- Tidak disyariatkan menggosok-gosok Ka’bah, apalagi dengan tujuan mistik atau komersial seperti membawa surban untuk digosokkan lalu dijual.
🛑 Catatan Penting:
Menyentuh bagian Ka’bah selain Hajar Aswad dan Ruknul Yamani tidak diajarkan dalam syariat. Bahkan, perbuatan seperti menggosokkan badan atau pakaian ke Ka’bah untuk “berkah” atau menjualnya di kampung halaman adalah bid’ah yang tidak sesuai sunnah.
Kesimpulan
Ihram adalah simbol kematian dunia dan fokus pada akhirat.
Talbiah adalah persiapan hati menuju rumah Allah.
Ka’bah adalah syiar agung yang harus dimuliakan dengan cara yang diajarkan Rasulullah ﷺ.
Sebagai umat Islam, kita tidak hanya memuliakan Ka’bah secara emosional, tetapi juga dengan adab yang benar dan tuntunan syariat. Semua ini adalah bagian dari tauhid, ketundukan, dan kecintaan kepada Allah Ta’ala.
InsyaAllah, lanjutan materi tentang manasik haji dan umrah akan terus kami hadirkan.
Tetap bersama kami untuk mendapatkan pemahaman mendalam, dari hati ke hati, menuju Baitullah.