Melanjutkan pembahasan sebelumnya, mari kita telaah lebih dalam lima keutamaan Ka’bah yang dijelaskan dalam surah Ali Imran ayat 96–97. Pada artikel ini, kita akan mengulas tiga dari lima sifat agung tersebut: rumah pertama di bumi, penuh keberkahan, dan menjadi petunjuk bagi seluruh manusia.
1. Ka’bah adalah Rumah Pertama yang Dibangun di Muka Bumi
Ka’bah merupakan bangunan pertama yang ditetapkan sebagai rumah ibadah di atas bumi ini, bahkan sebelum manusia memiliki tempat tinggal. Meskipun secara fisik bangunan Ka’bah dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, namun lokasinya telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala jauh sebelumnya.
Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, tempat Ka’bah adalah lokasi yang paling awal ditentukan sebagai pusat ibadah manusia. Maka dari itu, Ka’bah memiliki posisi sangat istimewa dalam sejarah umat manusia.
2. Ka’bah Penuh Keberkahan (Mubarokan)
Allah menyebut Ka’bah sebagai “mubarokan”—yang artinya penuh berkah. Dalam Islam, keberkahan (barakah) bermakna:
- Banyaknya kebaikan
- Kebaikan yang terus-menerus dan tidak terputus
Kata “barakah” berasal dari akar kata yang sama dengan “birkah”, yaitu bak penampungan air. Mengapa dinamakan demikian? Karena air dalam bak itu melimpah ruah dan terus mengalir tanpa henti.
Penjelasan analoginya begini:
Dahulu, sebelum ada kamar mandi di dalam rumah, orang-orang mandi dan mencuci di mata air yang terus mengalir. Untuk menampungnya, mereka membuat bak dari bambu atau semen. Air mengalir terus, memenuhi bak, lalu meluber, terus menerus, 24 jam sehari.
Begitulah gambaran keberkahan—melimpah dan terus mengalir.
Namun, berkah dalam konteks Ka’bah bukanlah air, melainkan kebaikan (al-khair). Kebaikan yang dimaksud pun bersifat beragam: kebaikan untuk diri sendiri, keluarga, orang lain, bahkan menjadi pahala jariyah ketika dimanfaatkan bersama.
Contohnya adalah harta yang berkah. Artinya, harta tersebut membawa banyak kebaikan, baik secara materi maupun spiritual. Ia membawa manfaat, ketenangan, dan nilai ibadah. Maka tidak ada rumah di dunia ini yang lebih penuh berkah daripada Ka’bah, karena kebaikan yang terpancar darinya sangat luas dan tidak pernah terputus.
3. Ka’bah Sebagai Hudan (Petunjuk)
Keutamaan berikutnya, Ka’bah disebut dalam ayat sebagai “hudan lil ‘alamin”, yaitu petunjuk bagi seluruh alam.
Kata “hudan” merupakan masdar dalam ilmu sharaf. Masdar adalah kata benda dasar yang dibentuk dari kata kerja. Misalnya:
- Jalasa (fi’il madhi / lampau)
- Yajlisu (fi’il mudhari’ / sedang)
- Julusan (masdar / kata benda: “duduk”)
Begitu juga dengan “hudan”, yang merupakan masdar dari hada–yahdi–hudan, yang berarti memberi petunjuk.
Mengapa penting bahwa Allah menggunakan bentuk masdar di sini?
Karena masdar menunjukkan makna yang lebih kuat dan menyeluruh, serta mencerminkan esensi dari suatu perbuatan. Jadi, ketika dikatakan Ka’bah adalah hudan, maka Ka’bah sendiri menjadi simbol dan pusat dari petunjuk itu. Bukan hanya mengandung petunjuk, tapi menjadi petunjuk itu sendiri bagi umat manusia, dalam urusan agama, ibadah, dan arah hidup.
Penutup
Ka’bah bukan sekadar bangunan suci. Ia adalah rumah pertama di bumi, penuh berkah, dan menjadi pusat petunjuk bagi seluruh umat manusia. Maka, setiap ibadah yang dilakukan di sekitarnya, seperti thawaf, harus disertai dengan pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai ini.
Semoga artikel ini memperkuat pemahaman kita terhadap keutamaan Baitullah, sehingga ibadah kita tidak hanya dilakukan secara lahiriah, tetapi juga disertai ruh dan makna batin yang mendalam.
Ingin mempelajari lebih lanjut tentang makna manasik haji dan umrah?
Ikuti terus artikel edukatif kami, dan bagikan pada keluarga atau sahabat yang sedang mempersiapkan ibadah ke Tanah Suci.