Tawaf di Ka’bah: Adab, Makna, dan Kedekatan dengan Allah

You are currently viewing Tawaf di Ka’bah: Adab, Makna, dan Kedekatan dengan Allah

Tawaf adalah ibadah agung dalam syariat Islam yang dilakukan dengan mengelilingi Ka’bah. Ibadah ini bukan hanya gerakan fisik semata, tetapi merupakan ekspresi cinta, rasa takut, harapan, dan pengagungan kepada Allah Azza wa Jalla. Berikut ini adalah uraian mendalam tentang makna dan adab tawaf berdasarkan penjelasan ulama seperti Imam Ibn Qayyim dan Syekh al-Islam Ibn Taymiyah rahimahumallah.

1. Ka’bah: Rumah Allah yang Dimuliakan

Allah menyebut Ka’bah sebagai “rumah-Ku” (baitī), sebuah bentuk penyandaran (idāfah) yang menunjukkan kemuliaan. Dalam bahasa Arab, sesuatu yang disandarkan kepada yang mulia akan menjadi mulia pula. Oleh karena itu, penyebutan “rumah Allah” menandakan bahwa Ka’bah memiliki keagungan yang luar biasa karena langsung disandarkan kepada Allah.

2. Keutamaan Orang yang Tawaf

Allah memerintahkan agar rumah-Nya disucikan untuk kenyamanan orang yang tawaf. Hal ini menunjukkan bahwa para penziarah yang melakukan tawaf adalah tamu istimewa Allah. Orang-orang yang mengurus Ka’bah pun mendapatkan kemuliaan, karena mereka mempersiapkan tempat terbaik untuk tamu Allah. Dalam hal ini, Imam Ibn Qayyim berkata bahwa hati manusia terpikat dengan cinta kepada Allah karena rumah-Nya disandarkan langsung kepada-Nya. Ini membuat para hamba merasa rindu dan cinta, sehingga ketika berada di hadapan Ka’bah, hati mereka pun bergetar.

3. Fungsi Hati: Mencintai Allah

Syekh al-Islam Ibn Taymiyah menjelaskan bahwa hati diciptakan khusus untuk mencintai Allah. Sebagaimana mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar, hati memiliki fungsi utama: mencintai Allah dan mendekat kepada-Nya. Karena itu, seluruh anggota tubuh harus digunakan sesuai fungsinya, dan hati tidak boleh disibukkan dengan kecintaan terhadap hal-hal yang dibenci Allah.

4. Tawaf: Momen Khusyuk dan Tunduk

Tawaf adalah momen yang penuh dengan rasa takut, harap, dan khusyuk. Seperti seseorang yang diundang oleh raja masuk ke dalam istana, tentu akan menjaga adab, sikap, dan tutur kata. Apalagi ini adalah rumah Raja Diraja, Allah Azza wa Jalla. Di tempat ini, setiap perilaku dan isi hati diawasi, baik oleh Allah langsung maupun para malaikat-Nya.

Imam Ibn Qayyim menekankan bahwa momen tawaf adalah momen penuh dengan kerendahan hati, kekhusyukan, dan rasa butuh kepada Allah. Hati sujud kepada Allah, dalam arti tidak meninggikan diri dan tunduk sepenuhnya kepada-Nya.

5. Sujudnya Hati

Salah satu ulama pernah ditanya, “Apakah hati bisa sujud?” Beliau menjawab, “Ya, sujudnya hati adalah sujud yang tidak pernah mengangkat kepalanya hingga bertemu dengan Allah.” Maksudnya, hati senantiasa dalam keadaan tunduk, hina, dan patuh kepada Allah. Inilah sujud hakiki yang dituntut dalam ibadah tawaf.

6. Merasa Diawasi dan Didekati oleh Allah

Orang yang bertawaf hendaknya merasa dekat dan diawasi langsung oleh Allah. Perasaan ini menumbuhkan rasa cinta (mahabbah), harapan (raja’), dan prasangka baik (husnudzon) kepada-Nya. Karena merasa dekat, maka lisan pun dengan sendirinya akan banyak berzikir kepada Allah, menyebut nama-Nya, memuji-Nya, dan memohon ampun kepada-Nya.

7. Zikir adalah Inti dari Tawaf

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya tawaf di Ka’bah, sa’i antara Shafa dan Marwah, serta melempar jumrah disyariatkan untuk menegakkan zikir kepada Allah.”

Zikir menunjukkan cinta, sementara doa menunjukkan harapan. Keduanya harus dibarengi dengan rasa takut kepada Allah, agar kita tidak melakukan hal yang tidak pantas di rumah-Nya, seperti memikirkan dunia saat bertawaf.

8. Adab dalam Berzikir dan Berdoa Saat Tawaf

Menurut Imam Ibn Qayyim, zikir mencakup dua hal: menyebut nama Allah (pujian) dan doa termasuk istighfar. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan dua adab utama dalam berzikir:

  1. Tadarru’ – Merendahkan diri.
  2. Khauf – Rasa takut.

Adapun adabnya adalah tidak mengeraskan suara saat berzikir dan berdoa, sebagaimana disebut dalam firman Allah:

“Berzikirlah kepada Tuhanmu dalam dirimu dengan rendah hati dan rasa takut, serta tanpa mengeraskan suara.” (QS. Al-A’raf: 205)

Penutup

Tawaf bukan sekadar ritual fisik, tetapi merupakan puncak ibadah hati. Cinta, takut, harapan, kerendahan hati, dan adab kepada Allah harus senantiasa dihadirkan selama tawaf. Inilah bentuk sujudnya hati, dan inilah yang membuat tawaf menjadi amalan agung yang menyucikan jiwa dan mendekatkan hamba kepada Rabb-nya.

Leave a Reply